PERAN KECERDASAN INTELEKTUAL DAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA ANAK SD
Friday, February 8, 2019
Edit
A. Kecerdasan Intelektual
Tingkat kecerdasan atau intelegensia seseorang ditentukan oleh bakat bawaan atau berdasarkan gen yang diturunkan dari orang tuanya maupun oleh lingkungannya. Utami Munandar mengemukakan bahwa kecerdasan intelektual dapat dirumuskan sebagai kemampuan untuk:
1. Berpikir abstrak
2. Menangkap hubungan-hubungan untuk belajar
3. Menyesuaikan diri terhadap situasi situasi baru.
1. Konsep IQ
Dalam suatu kurva distribusi normal maka akan diperoleh nilai rata-rata 100 dengan penyimpangan baku 15. Hanya 2,2% yang mencapai IQ 130 ke atas yang termasuk sangat Superior. Sedangkan populasi yang mencapai IQ antara 120-129 atau tergolong Superior sebanyak 6,7%. Sementara yang memiliki IQ diatas rata-rata yaitu antara 110-119 sebanyak 16,1% dari populasi. Sedangkan mereka yang memiliki IQ pada klasifikasi 70 sampai 79 ada sebanyak 6,7% dari populasi. Sedangkan sisanya 2,2% dari populasi dapat dikategorikan sebagai cacat mental atau keterbelakangan mental dengan Ren tangan dibawah 70.
Guildford mengemukakan suatu model struktur intelektual yang dapat digambarkan sebagai suatu kubus yang terdiri dari tiga dimensi intelektual. Berdasarkan model ini aktivitas mental dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Operasi intelektual (proses pemikiran) meliputi kognisi, ingatan, berfikir divergent, berpikir konvergen dan evaluasi.
b. Isi intelektual (materi) meliputi pigural, simbolik, semantik dan perilaku.
c. Produk (hasil) meliputi unit, kelas, hubungan, sistem, transformasi, implikasi.
B. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional merupakan kapasitas untuk mengenal perasaan kita sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri kita dan untuk mengatur emosi dalam diri kita dan dalam hubungan kita dengan orang lain. (Goleman)
Goleman mengemukakan lima norma dari kecerdasan emosional yaitu sebagai berikut:
a. pengenalan emosi diri
b. pengendalian emosi
c. memotivasi diri sendirid. mengenali emosi orang lain
e. mengendalikan hubungan dengan orang lain.
2. Konsep EQ yang Berbeda dari IQ
IQ diukur melalui tes intelegensia seperti mengukur kemampuan verbal dan nonverbal, tercakup di dalam ingatan, perbendaharaan kata, pemahaman, pemecahan masalah, penalaran abstrak, persepsi, proses informasi, dan keterampilan visual motorik. Sedangkan EQ sebagai persamaan dari kecerdasan emosional, namun hal ini tidak berarti EQ diukur oleh suatu alat ukur sebagaimana halnya IQ. Tampaknya kita juga perlu menyadari Bagaimana seharusnya IQ dan EQ berkembang seimbang. Oleh karena itu sebagaimana diungkapkan oleh para ahli perbedaan penting antara IQ dan EQ adalah peran faktor bawaan pada EQ tidak terlalu menonjol. Oleh karena itu EQ lebih besar kemungkinannya untuk dikembangkan dibandingkan dengan IQ. Itulah sebabnya Mengapa orang tua dan guru perlu meningkatkan dan mengembangkannya agar anak memperoleh keberhasilan dalam hidupnya.
C. PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN IQ DAN EQ
Berikut ini beberapa tahap penanganan dalam melatih mengembangkan emosi anak yang perlu orang tua maupun guru lakukan.
1. Menyadari emosi anak. Menyadari emosi anak akan membuat anak merasa dimengerti dan di terima apa adanya. Oleh karena itu memupuk empati dalam diri orang tua maupun guru perlu agar kita dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
2. Mengakui Emosi sbg Peluang untuk Kedekatan dan Mendidik. Dengan mengakui dan mengenali emosi anak maka anak akan merasa tenang dan peran orang tua maupun guru semakin dirasakan anak. Usahakan jangan mengabaikan perasaan negatif anak karena lama-kelamaan akan lenyap juga.
3. Mendengarkan dengan Empati dan Meneguhkan Perasaan Anak. Mendengarkan dan memberikan ungkapan secara empati akan menjadikan anak mengerti bahwa orang tua atau guru memperhatikan keprihatinannya karena diakui secara terbuka.
4. Menolong Anak memberi Nama Emosi dengan Kata-kata. Menggunakan banyak nama yang menggambarkan kadar emosi yang dirasakan anak seperti tegang, kesal, cemas, marah, sedih, takut, maka anak akan menjadi lebih mengerti perasaannya sendiri.
5. Menentukan Batas-batas sambil membantu Anak Memecahkan Masalah. Yaitu:
a. Hindari kritik komentar yang menghina atau mengolok-olok
b. Gunakan pujian lebih banyak perhatikan sikap anak yang positif dan jangan hanya melihat kesalahan anak
c. Pahamilah Apa yang dirasakan anak dan Cobalah kita mengungkapkan Apa yang dirasakan anak tersebut
d. Jangan mencoba memaksakan pemecahan kita pada masalah anak.
e. Sebanyak mungkin memberikan pilihan yang konkret sambil menghormati keinginan anak sehingga anak akan lebih dapat memutuskan secara tenang
f. Membaca buku bersama anak
g. Bersedia untuk bersabar dalam proses pengembangan emosi anak
h. Sikap kita yang terburu-buru akan dirasakan anak dan akhirnya membuat anak menjadi tidak nyaman
i. Bicaralah berdua dengan anak karena kehadiran pihak ketiga itu akan mempermalukan anak
j. Hindari sikap selalu marah dan tidak sabar dan cobalah untuk menenangkan diri
k. Kita juga perlu hati-hati karena ada kalanya anak berpura-pura menunjukkan emosi tertentu hanya untuk memanipulasi kita.
D. Peran IQ dan EQ dalam Keberhasilan Belajar Siswa
Pada dasarnya Emosi adalah dorongan untuk bertindak yang mempengaruhi reaksi seketika untuk mengatasi masalah sehingga emosi yang cerdas akan mempengaruhi tindakan anak dalam mengatasi masalah, mengendalikan diri, semangat, tekun, serta mampu memotivasi diri sendiri yang terwujud dalam hal-hal berikut ini:
1. Motivasi belajar
2. Pandai3. Memiliki minat
4. Konsentrasi
5. Mampu membaur diri di lingkungan
E. Ciri-ciri Siswa dengan Kecerdasan Ekstrem
Kecerdasan ekstrem adalah siswa yang memiliki tingkat kecerdasan kurang atau rendah yang biasa dikenal dengan keterbelakangan mental dan siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi yang dikenal dengan berbakat secara intelektual. Untuk itu anda sebagai guru perlu pula dibekali mengenai ciri-ciri dari siswa dengan kecerdasan ekstrem ini.
1. Keterbelakangan Mental
Berdasarkan tingkat kemarahan masalahnya keterbelakangan mental dapat digolongkan dalam 4 klasifikasi yaitu
a. Klasifikasi ringan Rentangan IQ 52 sampai 67
b. klasifikasi menengah Rentangan IQ 36 sampai 51
c. klasifikasi berat dan Rentangan IQ 20 sampai 35
d. klasifikasi parah Rentangan IQ di bawah 20
2. Ciri-ciri Keterbelakangan Mental
a. Keterbelakangan mental ringan sering disebut sebagai mampu didik yaitu anak yang tidak teridentifikasi cacat atau kelainan fisik. Beberapa keterampilan dapat dilakukan tanpa pengawasan yang ketat seperti mengurus diri (makan mandi dan berpakaian).
b. Keterbelakangan mental menengah disebut dengan mampu latih. Perkembangannya lambat setara dengan anak pra sekolah dan tidak dapat menguasai keterampilan academy. Dengan latihan keterampilan sosial yang tepat dapat membantu dirinya sendiri dan bisa berinteraksi secara sosial melalui pengawasan.
c. Keterbelakangan mental berat. Mereka sering disebut mampu rawat karena mereka tidak mampu merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain, mereka juga mengalami gangguan bicara dan tanda-tanda gangguan fisik seperti lidah sering keluar air liur, kepala sedikit besar dan kondisi fisik yang lemah.
d. Keterbelakangan mental parah. Mereka memiliki kemampuan berbicara dan bahasanya sangat rendah bahkan jika tanpa bantuan orang lain mereka tidak bisa berbuat apa-apa dan juga memerlukan pelayanan medis.
Penyebab keterbelakangan mental bisa bersumber dari luar maupun dari dalam. Penyebab dari luar misalnya keracunan sewaktu ibu hamil, kesehatan yang buruk pada ibu hamil, kerusakan otak pada saat kelahiran, panas sangat tinggi, gangguan pada otak, gangguan fisiologis dan pengaruh lingkungan budaya. Sedangkan penyebab dari dalam misalnya faktor keturunan, tidak ada kerusakan otak, salah satu orang tua atau salah satu saudara kandung terbelakang.
3. Anak berbakat
Di indonesia konsep ke berdekatan banyak mengacu kepada apa yang telah dikemukakan oleh united states office of education (USOE, 1972) yaitu mereka yang diidentifikasikan oleh orang-orang profesional bahwa mereka memiliki kemampuan-kemampuan yang menonjol, dapat memberikan prestasi yang tinggi. Mereka membutuhkan program pendidikan yang ber diferensiasi atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa, agar dapat merealisasikan sumbangan nya baik terhadap diri sendiri maupun terhadap masyarakat.
Menurut Renzulli (1978) menyebutkan bahwa keterbelakangan merupakan interaksi dari tiga ke booster itu intelegensi, kreativitas dan tanggung jawab pada tugas.
4. Indikator Anak Berbakat
a. Kemampuan motorik yang lebih awal seperti kemampuan untuk berjalan memanjat memakai baju dan sepatu atau menyikapi sendiri.
b. kemampuan untuk berbicara dengan kalimat yang lengkap.
c. Perbandingan perkembangan antara anak satu dengan lainnya di mana anak berbakat cenderung menyukai permainan yang merangsang daya khayalan nya.
d. Daya ingat yang baik.
5. Asal-usul Keberbakatan
Faktor genetik atau biologis dan faktor lingkungan mempunyai peran besar dalam terwujudnya keterbakatan seseorang. Faktor biologis yang bersifat genetik memiliki andi dalam intelegensia yaitu faktor gizi dan neurologist. Kekurangan gizi pada masa kecil dan gangguan neurologist dapat menyebabkan keterbelakangan mental. Dilain pihak keluarga, sekolah, teman sebaya, masyarakat jelas berperan dalam perkembangan keterbakatan. Dengan demikian kita melihat kembali bagaimana faktor keturunan dan lingkungan secara bersama-sama berperan dalam perkembangan diri seseorang.
6. Ciri-ciri Anak Berbakat
a. Kelancaran berbahasa.
b. Rasa ingin tahu
c. Kemampuan berpikir kritis.
d. Kemampuan bekerja mandiri.
e. Ulet.
f. Rasa tanggung jawab terhadap tugas.
g. Tingkah laku yang terarah pada tujuan.
h. Cermat dalam mengamati.
i. Sering mengungkapkan gagasan baik atau pendapat yang baru.
j. Senang membuat benda atau barang baru dari bahan yang ada dalam lingkungannya.